CATATAN

METTY NGUNGSI DI RS SITI KHOTIDJAH

CALON keponakanku batal lahir. Dia gugur di usia lima bulan di dalam kandungan. Itu kabar yang diberikan Metty, adik angkatku, siang tadi. Kaget juga rasanya, sebab awalnya Metty hanya mengabarkan, rumahnya kebanjiran dan dia terpaksa harus mengungsi. Tapi setelah dia bercerita, mengungsinya di RS Bersalin Siti Khotidjah Kudus, aku baru sadar kalau dirinya sedang ada apa-apa. Ternyata benar, calon keponakanku batal lahir.  
Metty dulunya adik tingkatku waktu kuliah dan juga teman dekat mantan calon tunanganku, Dhik Wiwik. Tapi karena sudah begitu akrabnya aku dengan dirinya, Metty kemudian kuanggap sebagai adik sendiri. Kadang kalau pas maen di Kudus, aku sering mampir ke rumahnya. Aku juga sering menginap di sana. Sakadar kumpul dengan keluarganya, atau mendengarkan banyak pesan berharga dari ibunya, Bu Gik.
Ternyata Metty sudah tiga hari di rumah sakit. Mas Normen, suaminya, sudah berusaha menghubungiku lewat nomor fren, tapi nomor itu ponselnya memang lagi “sakit-sakitan”, jadi lebih sering mati daripada hidup. Akhirnya, setelah Metty mulai agak sehat, siang tadi dia menghubungi nomor privatku yang satunya. Ya, dia sendiri yang mengabariku perihal keponakanku yang batal lahir.
Mendengar kabar yang diberikan, aku benar-benar kaget. Soalnya sekitar seminggu lalu, saat kutelpon dia hanya mengabari sempat sakit beberapa hari tapi sudah mulai baikan. Seminggu kemudian kok tiba-tiba dia malah mengabari berita buruk seperti ini. Katanya, dia keguguran gara-gara tensi darahnya sangat tinggi, sampai sekitar 240. Dia juga cerita teman-teman lainnya sudah pada datang, termasuk Dhik Wiwik.
Habis itu, Metty malah nanya gimana kabar hubunganku dengan Dhik Wiwik setelah hancurnya rencana pertungan kami diakhir tahun 2007 lalu. Aku bilang, kontak langsungku sama Dhik Wiwik sekitar Agustus tahun lalu, saat aku nyerahin undangan pernikahan Metty dengan Mas Normen. Saat itu aku menemuinya di cabang perusahaanya di MER Simpanglima. Aku sempat ngobrol dengannya sampai sekitar satu jam. Tetapi kontak terakhirku, terjadi sekitar awal Januari ini, ketika dia mengucapkan selamat ulang tahun lewat telepon.
Diingatkan tentang Dhik Wiwik, perasaanku tiba-tiba saja kembali sedih. Ah, kenapa sesuatu yang telah dipersiapkan secara baik, tiba-tiba harus kandas tepat satu bulan menjelang pelaksanaannya. Seanadainya saja dia tak melakukan kesalahan itu, mungkin aku bisa memaafkannya. Tetapi kesalahan itu terlampau besar sehingga aku terpaksa mengambil langkah singkat untuk mengakhiri hubungan kami. Mungkin benar, bila seseorang belum berjodoh, kendati sudah dipersiapkan secara matang sekalipun, pasti akan selalu ada masalah yang menghalangi.

KISAH

LELAKI YANG TEPAT
BEBERAPA hari menjelang pernikahan Elia, Margaretha mengajak puteri kesayangannya mengunjungi sebuah area pabrik di pinggiran perkotaan. Mereka menghentikan mobil pada sisi jalan yang sepi. Lalu dari balik kaca , Margaretha meminta Elia untuk memperhatikan seorang lelaki yang tengah mendorong trol berisi tumpukan barang memasuki pintu gerbang sebuah pabrik.
“Elia, setelah kamu melihatnya, ibu ingin mendengar langsung bagaimana pendapatmu mengenai lelaki itu. Nilailah secara jujur, supaya ibu bisa mengerti bagaimana pendapatmu mengenai dirinya,” kata Margaretha pada Elia yang masih terlihat bingung menduga-duga maksud dari permintaan ibunya.
Meski agak ragu, Elia mulai menilai lelaki itu dari beberapa sudut. Dari sudut fisik, lelaki itu tergolong sebagai lelaki tampan. Hanya saja, kehidupan yang sangat berat, tampaknya telah banyak memangkas gurat-gurat ketampanannya. Sedang dari sudut kesejahteraan, lelaki itu pastilah cenderung hidup berkekurangan, sebab gaji seorang buruh pabrik sangatlah kecil.
Usai mendengar penuturan Elia, Margaretha mengelus rambut puterinya. Dia lalu berkata; “Dia lelaki yang baik, Elia. Bahkan karena kebaikannya, dia merelakan ibu menikah dengan ayahmu. Dia ingin ibu hidup bahagia. Bisakah kamu bayangkan bagaimana kehidupan ibu bila benar-benar menikah dengannya? Inilah salah satu alasan kenapa ibu selalu sulit untuk menyetujui beberapa lelaki yang kamu kenalkan dulu. Karena ibu ingin kamu mendapatkan lelaki yang tepat.”

ABSTAIN



Aku memilih abstain pada masalah perang Israel dan Palestina. Di satu sisi, sebagai sesama muslim aku memiliki rasa empati tersendiri terhadap nasib Bangsa Palestina. Tetapi di sisi lain, sebagai keturunan Orang Jawa, aku tidak bisa mengingkari keterkaitan darah antara Orang Jawa dan Bangsa Israel. Orang Jawa dan Bangsa Israil adalah sama-sama keturunan Nabi Esis (Syith dalam bahasa Arab; Set dalam bahasa Ibrani). Nabi Esis adalah satu-satunya keturunan Adam yang lahir tunggal. Oleh Tuhan, atas permintaan Adam, semua keturunan Nabi Esis telah ditahbiskan kelak akan menjadi pemimpin dari keturunan-keturunan putera Adam yang lain. 

Anehnya, nyaris sebagian besar Orang Jawa tidak mengetahui bagaimana hubungan kekerabatan ini. Mereka hanya merasa berkerabat dengan orang Palestina karena sama-sama muslim, tetapi mereka tidak menyadari hubungan kekerabatan yang jauh lebih dekat dengan Bangsa Israel. Masalahnya sangat sederhana, sebab Orang Jawa adalah orang yang cenderung malas untuk mempelajari sejarah dalam kitab-kitab suci. Dalam Qoran (Alquran), Bibel (Injil) Torah (Taurat) maupun Mazmur (Zabur), banyak diungkapkan bagaimana sejarah tentang kekerabatan manusia. Dan sekali lagi, aku terpaksa memilih abstain tentang perang Israel-Palestina.